Kamis, 28 Maret 2013

Hanya Setitik Air


            Hanya Setitik Air
__________________________
  Oleh : Halim Mansyur Siregar


Aku memang bukan deru hujan

bahkan rinai gerimispun bukan

aku hanyalah ibarat setitik air 

namun masih mencoba untuk terus mengalir



            Kemarau dan Hujan
___________________________
   Oleh : Halim Mansyur Siregar


Adalah sebuah kenyataan yang tak terbantahkan

betapa banyak orang menghentikan perjalanan

justru karena terhalang derasnya hujan

lantas manakah sesungguhnya yang lebih layak dirisaukan

kemaraukah atau terguyur hujan



            Segaris Senyum (1)
____________________________
   Oleh : Halim Mansyur Siregar
-         Kepada bunda


Segaris senyum di bibirmu

semangat kembali menggebu




         Segaris Senyum (2)
____________________________
   Oleh : Halim Mansyur Siregar
                        - Kepada bunda
                         

Kemarin kemarau

hari ini juga kemarau

mungkin esokpun masih kemarau

namun segaris senyum di bibirmu

membuatku tak lagi risau

meski sepanjang tahun harus menghadapi kemarau




            Segaris Senyum (3)
____________________________
   Oleh : Halim Mansyur Siregar
                        - Kepada bunda


Perpisahan telah masuk tahun kesepuluh

bagiku engkau tak pernah terasa jauh

segaris senyum di bibirmu masih terlukis utuh




         Bulan Kembali Sabit
____________________________
   Oleh : Halim Mansyur Siregar


Angka usia bertambah buncit

gerak langkah semakin irit

bulan di langit kembali sabit

sisa umur tinggal sedikit




            Bagiku Kau Sangat Berarti
__________________________________
         Oleh : Halim Mansyur Siregar
                    - Kepada para muridku


Karena bagiku kau sangat berarti

kupaksakan jua mengayun langkah berlomba dengan matahari

meski nanti saat kita bersua

kekecewaanlah yang aku terima

rindu kian membeku

gairah sirna sudah

tak lagi haus terhadap ilmu

semakin tak jelas arti bersekolah 

Di Sudut Resah


                  Di Sudut Resah
     Oleh : Halim Mansyur Siregar

lapuk diseruduk hujan pagi yang terlalu basah
lekang diterjang panas siang yang begitu meradang
kini aku tertunduk pasrah di sudut resah
memeluk setangkup do’a yang justru mampu menengadah
mengharap Tuhan memberikan langit sore yang teduh
agar aku dapat lebih tenang
menyambut malam yang nanti pasti datang

                        
                          Gusar
       Oleh : Halim Mansyur Siregar

 Aku harimau lapar
 siap mencakar
 tak peduli kecil ataupun besar
katamu, sesumbar
Aku gajah liar
 kakiku sekuat akar
 belalaiku sanggup melilit setangguh piton sang ular
balasnya, tak kalah gentar
Tunggu, dengar dulu sebentar
 tak perlu ribut, apalagi bertengkar
cegahku, mulai gusar
               

              Sebuah Proses
    Oleh : Halim Mansyur Siregar

Kalau saja kita mampu melihat
batas antara suatu rahasia dengan makna yang terkandung di dalamnya
maka kita pun akan mengerti
hidup adalah sebuah proses untuk memahami arti hidup itu sendiri


             Siklus Kehidupan
   Oleh : Halim Mansyur Siregar

laksana embun di kelopak daun
hadir menyambut pagi
pulang dijemput matahari
datang untuk pergi
pergi untuk datang kembali
siklus kehidupan sama kita rasakan

  
     Demi Anak-Anak Sekolah
   Oleh : Halim Mansyur Siregar

gurulah yang serba salah
bagaimana harus berkiprah
menindaklanjuti kebijakan pemerintah
menurut atau membantah
semua demi anak-anak sekolah


                 Mulai Mekar
    Oleh : Halim Mansyur Siregar

Mawar, aduhai mawar
tangkupmu mulai mekar
hati-hati dengan durimu
jangan sampai melukai kupu-kupu


             Di Atas Segalanya
    Oleh : Halim Mansyur Siregar

Di atas segalanya
Mencintai-Nya

Kebersamaan


Kebersamaan 
   Oleh : Halim Mansyur Siregar

Pada suka-duka yang kita jalani
juga pahit-manis kehidupan yang kita rasakan
kebersamaan selalu menitipkan keindahan
          
   
    Elegi Sebuah Senja
    Oleh : Halim Mansyur Siregar  

Entah mengapa setiapkali senja datang menyapa
dirimu seakan hadir di depan mata
kadang membuatku teringat waktu itu
saat segurat senyum menghias bibirmu
ketika cinta kita berpadu pada sebuah senja biru
dan senja yang datang kali ini rasanya pun begitu
namun senyum dan wajahmu nyaris tak lagi mampu ku lihat
karena mendung yang menggelantung sudah semakin pekat


  Tak Mungkin Lagi Menjadi Satu
    Oleh : Halim Mansyur Siregar

Padahal siang selalu hadir menggantikan malam
dan mentari selalu tersenyum menyambut pagi
namun air mata kini menjelma teman abadi
mengiringi duka dan lara yang merajam jiwa
sementara senyum dan tawa pergi entah ke mana
setelah begitu jauh jarak rindumu
hingga tak mungkin lagi membuat kita menjadi satu


   Mimpi yang Berlalu
   Oleh : Halim Mansyur Siregar

Meski mimpi selalu sesaki hati
di antara waktu yang terus berlari
aku hanya bisa menepi dan menyendiri
tak bergeming dari hari ke hari
seakan kaki ini dipenuhi dengan duri
hingga akhirnya mimpi itupun berlalu meninggalkanku
karena jemu terlalu lama menunggu

   
Tiada Guna Membincangkan Kerinduan
    Oleh : Halim Mansyur Siregar

Bersama detak jantung yang masih bergema
akan ku nikmati hidup mengalir apa adanya
meski harus mengikuti perjalanan musim yang semakin tak pasti
sebab puisi pun terkadang telah kehilangan kata-kata
terdiam kaku, sebisu batu-batu
tiada guna lagi membincangkan kerinduan di tengah kesedihan yang terus merayap
karena hanya ibarat menyusuri jejak-jejak luka
sembari menambah bening demi bening air mata tertumpah sia-sia     
         

  Ilalang Kepada Angin
Oleh : Halim Mansyur Siregar

Mungkin bila angin hanya sepoi  menyapa
ilalang yang akan merunduk sedikit saja
setelah tegurannya berubah menjadi amarah  badai 
barulah seluruhnya tertunduk lemah dan lunglai  
masihkah seperti ilalang kepada angin pula
sikap manusia terhadap Sang Pencipta
sementara ilalang, angin dan kita semua
berada dalam genggaman kekuasaan-Nya 

Seribu PUISI


      Menulis Seribu Puisi
________________________
             
Oleh : Halim Mansyur Siregar 

     - untuk istri dan ketiga putriku



Maafkan daku wahai para kekasih hati 

waktu yang engkau miliki sering kucuri

demi memenuhi hasrat di hati

menulis seribu puisi

selagi hayat masih melekat dalam diri




      Perlahan Tapi Pasti
_______________________

Oleh Halim Mansyur Siregar 


Perlahan tapi pasti

kucoba tanamkan biji-biji puisi

yakin sepenuh hati

akan datang musim menuai hasil suatu saat nanti 




        Kata Demi Kata
________________________

Oleh : Halim Mansyur Siregar



Pekat awan

butiran hujan

debu-debu di jalanan

lalu lalang kendaraan

istana-istana tak bertuan

dari sanalah kata demi kata kupunguti

hingga menjelma sebentuk puisi




    Memilih Sosok Pemimpin
________________________

Oleh : Halim Mansyur Siregar



Harusnya kita bertanya siapa dia

siapa ayah ibunya

siapa kakek neneknya

siapa buyutnya

siapa istrinya

siapa anak-anaknya

bahkan sesiapa orang di dekatnya

tak cukup bila hanya mendengar

suara kehidupan surga yang masih samar 

keluar dari sepasang bibir yang bergetar




          Bocah Pengemis
________________________

Oleh : Halim Mansyur Siregar



Berjalan dari pintu ke pintu

bocah itu mengoyak tirai zaman

untuk sesuap nasi yang ia butuhkan 

Tanaman Paling Berharga


Tanaman Paling Berharga         
----------------------------------        
Oleh: Halim Mansyur Siregar               


Jika asa tumbuh di dada           

itulah sesungguhnya tanaman paling berharga    

rawatlah ia dengan seksama     

jangan sekalipun menelantarkannya      

apalagi mencabutnya                




Seisi Bumi Berlomba Menyambut Pagi
-----------------------------------------------
        Oleh: Halim Mansyur Siregar


Lama nian engkau terlelap dalam mimpi

bangun dan bangkitlah wahai anakku

buka jendela kamarmu

juga jendela hati

rasakan semilir angin

dengarkan kicauan burung yang asyik bernyanyi

seisi bumi berlomba menyambut pagi

bunda tak ingin kesunyian malam tadi menjadi teman abadi




           
            Sang Waktu
-------------------------------------
Oleh: Halim Mansyur Siregar


Sesungguhnya di ranah sang waktulah kita berkutat

derap langkahnya seolah terlalu cepat

hingga jarak siang dan malam pun seakan begitu cepat

bayang-bayang senja mulai berkelebat

sebentar lagi terang akan berganti pekat

banyakkah sudah bekal didapat

untuk dibawa ke alam akhirat

Kekasih Ingkar Janji


        Kekasih Ingkar Janji
________________________
Oleh : Halim Mansyur Siregar



Seorang diri ku duduk di sini

memandangi sepasang merpati

asyik menari di ranting pohon tak berduri


Seorang diri ku menanti di sini

menanti sang kekasih hati

yang berjanji akan datang sebentar lagi


Tetap seorang diri ku beranjak dari sini

menanggalkan sekuntum puisi yang dulu tersemat di hati

karena sang kekasih telah ingkar janji 

Nasehat Ayah Kepada Anaknya


     Nasehat Ayah Kepada Anaknya (1)
             Oleh : Halim Mansyur Siregar

Seperti laut yang bangga kepada ombaknya
serupa gunung yang bangga akan ketinggian puncaknya
ku ingin menjadi ayah yang bangga terhadap anak-anaknya
maka tuntutlah ilmu setinggi yang engkau mampu
carilah harta sebanyak yang engkau damba
namun jangan pernah lupa
andaipun bumi dapat kau genggam seluruh isinya
dan semua kau persembahkan untuk bunda
sesungguhnya itu takkan bisa menutupi
meski hanya  jejak setapak kaki
dari perjalanan yang pernah ia lakoni


 Nasehat Ayah Kepada Anaknya (2)
            Oleh : Halim Mansyur Siregar

Sejak dalam rahim ibumu
telaga rinduku mengalirkan kekaguman
gerak-gerikmu menjadi bait-bait bahagia
menyuburkan setangkai puisi berbunga asa
sembari menunggu tangismu membuka lembaran baru
aku tetap terjaga hingga batas pagi buta
memintal benang-benang do’a untuk segumpal jiwa
kini engkau telah mengenal segala musim dan cuaca
maka apapun yang engkau rasa
tetaplah setia kepada kearifan
jadilah penabur benih kebenaran


Nasehat Ayah Kepada Anaknya (3)
           Oleh : Halim Mansyur Siregar

Satu demi satu angka-angka kalender berlalu
pergi meninggalkan kau dan aku
kini rona senja mekar di pelupuk mata
menduga-duga di mana berada tapal batas usia
setangkai sujud sewangi kasturi menyeretku ke tepi do’a
sesekali pipi ini basah berkaca-kaca
namun bening air mata itu memancarkan gemerlap cahaya cinta
untukmu : pelita di kala gulita
jika kelak ku harus lebih dahulu menutup mata
satu yang ku pinta : tetaplah membuatku merasa bangga
agar di hadapan Sang Pencipta aku bisa mempertanggungjawabkan amanah-Nya


 Nasehat Ayah Kepada Anaknya (4)
                            Oleh : Halim Mansyur Siregar

Di tepian waktu
kita hanyalah laksana sekumpulan serangga malam yang mengitari lampu
kemudian menukik tajam dan menyisakan diam
sedangkan segala rahasia mutlak menjadi milik-Nya
pun kematian menjadi bayangan bagi kelahiran akan terus mengalir sebagai takdir
pasti tiba suatu masa di mana kita ‘kan mendengar bisikan maut
saat itulah untaian kalimat tersumbat tak bersuara
dan tatapan mata yang berkabut adalah penggantinya
maka sadarilah sepenuhnya
bahwa sesungguhnya dunia hanyalah tempat persinggahan sementara
dan kelak bakal tertinggal semuanya
tiada yang dapat dibawa, kecuali amal semata